Makalah PENGANTAR FILSAFAT ILMU ( Tuhan, Manusia dan Alam
MAKALAH
PENGANTAR FILSAFAT ILMU
“Tuhan, Manusia Dan Alam”
Kata Pengantar
Kata “pembangunan” sangat erat hubunngannya dengan kemampua meneliti yang dimiliki perangkat pemikir suatu bangsa. Dari pengguna ilmu pengetahuan dan teknologi yang berasal dari negara lain, kita sekarang harus berusaha menjadi pencipta ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga tidak saja kita hanya dapat menjual bahan mentah, tetapi juga bahan jadi dan buah pikiran.
Untuk masyarakat yang belum terbiasa dengan kehidupan ilmiah, suatu buku yang mencoba menerangkan filsafat ilmu pengetahuan secara populer, sangatlah bermanfaat. Selain dapat menarik minat pemuda untuk menjadi ilmuwan yang baik, buku seperti itu dapat mempersiapkan masyarakat awam untuk dapat menenggang perilaku ilmuwan dengan pandangan yang terbuka, sehingga ilmuwan itu sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai ilmuwan dengan sebaik – sebaiknya.
Tentu saja setiap ilmuwan mempunyai tafsiran sendiri mengenai filsafat ilmu sehingga tidak setiap ilmuwan mempunyai pandangan yang sama dengan ilmuwan lain. Tetapi justru dari perbedaan pendapatlah akan timbul peluang untuk memajukan garis depan daerah ketahuan jauh ke dalam daerah ketidaktahuan.
BAB I
PENDAHULUAN
Bab – bab dalam makalah ini bertujuan meneliti persoalan – persoalan yang mengganggu perdamaian dan kehidupan manusia akibat berbagai penerapan sains modern.
Pada masa sekarang, setiap orang berbicara tentang bahaya perang, kelebihan penduduk atau polusi air dan udara. Tetapi biasanya, orang yang telah melihat persoalan ini, hanya berbicara tentang perlunya ‘Pembangunan Lebih Lanjut’, perang melawan ‘Penderitaan Manusia’ akibat keadaan yang dipaksakan oleh kehidupan dibumi. Dengan kata lain, orang ingin menghilangkan persoalan yang muncul akibat runtuhnya keseimbangan antara manusia dan alam, akibat penaklukkan dan dominasi manusia terhadap alam. Hanya ada sedikit orang yang mau mengakui bahwa persoalan sosial dan teknologi yang paling akut saat ini berasal dari ‘Pembangunan Berkelebihan’, bukannya ‘Ketertinggalan Pembangunan’. Hanya ada sedikit orang yang mau menatap realitas dan menerima fakta bahwa perdamaian dalam masyarakat manusia hanya dimungkinkan jika sikap terhadapa alam dan seluruh lingkungan alam tidak lagi didasarkan pada agresi dan perang. Lebih lanjut, mungkin tidak semua orang menyadari bahwa, untuk berdamai dengan alam, orang harus berdamai dengan tatanan spiritual. Untuk berdamai dengan Bumi, orang harus berdamai Langit.
Alam yang bersifat suci dan spiritual telah mengalami kehancuran. Untuk mengtasi situasi ini, pengethauan metafisika yang berkenaan dengan alam harus dihidupkan kembali dan kualitas alam yang suci harus dimunculkan sekali lagi. Untuk mencapai tujuan ini, sejarah dan filsafat sains harus diteliti kembali dalam kaitannya dengan teologi Kristen dan filsafat alam tradisional yang telah muncul dalam sebagian besar sejarah Eropa selama berabad – berabad. Doktrin Kristen itu sendiri harus diperluas sehingga mencakup sebuah doktrin yang berkenaan dengan signifikansi alam spiritual, dan hal ini dapat dicapai dengan bantuan tradisi agama dan metafisika Timur di mana doktrin – doktrin semacam itu masih hidup. Tradisi – tradisi ini sendiri tidak dipakai sebagai sumber pengetahuan yang baru, namun hanya sebagai pembantu di dalam anamnesis, yakni membantu mengingat kembali ajaran – ajaran di dalam agama Kristen yang sebgian besar telah dilupakan di masa sekarang. Hasil yang diharapkan adalah hadirnya kembali kualitas suci pada alam, memberikan kembali latarbelakang yang baru bagi sains tanpa menegaskan nilai atau legitmasinya di wilayahnya sendiri. Ini akan menjadi antitesis terhadap gerakan mutkhr dimasa sekarang yang memiliki nama ‘teknologi sekuler’. Ini tidak berarti mensekulerisasi teologi, tetapi memberi sebuah signifikasi suci dan teologis pada apa yang dianggap oleh manusia modern sebagai wilayah yang paling sekuler, yakni sains.
Akhirnya, kami ingin mengucapkan terima kasih pada UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, yang telah menyediakan buku – buku dan kami gunakan untuk mendapatkan berbagai informasi dari buku – buku tersebut. Serta kepada Dosen Pengampu mata kuliah Pengantar Filsafat Ilmu, Bapak Muhamad Chalid Zamzami atas bantuan dan keramahan, yang telah memberi pengarahan untuk membuat makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu dan Filsafat
Ilmu merupakan pengetahuan yang kita gumuli sejak bangku sekolah dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri kita sendiri: Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu? Apakah ciri-cirinya yang hakiki yang membedakan ilmu dari pengetahuan – pengetahuan lainnya yang bukan ilmu? Bagaimana saya ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar? Kriteria apa yang kita pakai dalam menentukan kebenaran secara ilmiah? Mengapa kita mesti mempelajari ilmu? Apakah kegunaan yang sebenarnya?
Demikian juga berfilsafat berarti berendah hati mengevaluasi segenap pengetahuan yang telah kita ketahui. Apakah ilmu telah mencakup segenap pengetahuan yang seyogyanya kita ketahui dalam kehidupan ini? Di batas manakah ilmu mulai dan di batas manakah dia berhenti? Kemanakah kita harus berpaling di batas ketidakatahuan ini? Apakah kelebihan dan kekurangan ilmu?.
a. Apakah Filsafat?
Seseorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seorang yang berpijak di bumi sedang tengadah ke bintang – bintang. Dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kesemestaan galaksi. Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang ilmuwan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandang ilmu itu sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya. Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Kaitan ilmu dengan agama. Dia ingin yakin apakah ilmu itu membawa kebahagiaan pada dirinya.
Beginilah karakteristik berpikir filsafati yang kedua yakni sifat mendasar. Dia tidak lagi percaya begitu saja bahwa ilmu itu benar. Mengapa ilmu dapat disebut benar?.
“Ah, Horatio,” desis Hamlet, “masih banyak lagi dilangit dan di bumi, selain yang terjaring dalam filsafatmu”[1]). Memang demikian, secara terus terang tidak mugkin kita menangguk pengetahuan secara keseluruhan dan bahkan kita tidak yakin kepada titik awal yang menjadi jangkar pemikiran yang mendasar. Dalam hal ini kita hanya berspekulasi dan inilah yang merupakan ciri filsafat yang ketiga yakni sifat spekulatif.
b. Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu[2]). Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.
c. Filsafat : Peneratas Pengetahuan
Filsafat, meminjam pemikiran Will Durant2), dapat diibaratkan pasukan marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan infanteri. Pasukan infanteri adalah sebagai pengetahuan yang diantaranya adalah ilmu.
d. Bidang Telaah Filsafat
Apakah yang sebenarnya ditelaah filsafat?
Sama dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah yang mungkin dapat dipikirkan oleh manusia. Sesuai dengan fungsinya sebagai pionir dia mempermasalahkan hal – hal yang pokok : terjawaba masala yang satu, dia pun mulai merambah pertanyaan lain. Tentu saja tiap kurun zaman mempunyai masalah yang merupakan mode pada waktu itu. Filsafat yang sedang pop saat ini mungkin mengenai UFO : Apakah cuma kita satu-satunya ”Manusia” yang menghuni semesta ini?[3]). Bacalah buku Carl Sagan yang berjudul The Cosmic Connection[4]). Sebagai hiburan di waktu senggang setelah membaca buku filsafat ini. Hari ini selaras dengan usaha peningkatan kemampuan penalaran maka filsafat ilmu menjadi “Ngetop”, sedangkan dalam masa – masa mendatang yang akan menjadi perhatian kemungkinan besar bukan lagi filsafat ilmu, melainkan filsafat moral yang berkaitan dengan ilmu.
B. Tuhan, Manusia dan Alam Dalam Perspektif Ilmu
1. Pengertian Tuhan
Kata Tuhan merujuk kepada suatu zat abadi dan supranatural, biasanya dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat raya[5]). Tuhan adalah sesuatu yang tedapat dalam pikiran (mind) manusia. Dalam struktur manusia, hati merupakan kamar kecil yang terdapat di dalamnya yaitu hati nurani atau suara hati atau merupakan satu titik kecil atau kotak kecil yang tersembunyi secara kuat dan rapih di dalam hati, hati nurani merupakan garis manusia dengan Tuhan atau yang menghubungkan manusia dengan Tuhan.
Tuhan merupakan sang pencipta manusia dan alam semesta serta Tuhan mengandung pengertian sebagai Tarbiyah (yang menumbuh kembangkan sesuatu secara bertahap dan berangsur-berangsur sampai sempurna), juga sebagai pendidik. Dengan demikian Tuhan, adalah yang mengurus, mengatur, memperbaiki proses penciptaan alam semesta[6]).
Tuhan dalam artian menumbuh kembangkan merupakan fungsi yang bisa dipahami sebagai fungsi kependidikan. Jadi proses penciptaan alam semesta dan manusia merupakan hakikat perwujudan atau realisasi dari fungsi kependidikan.
2. Pengertian Manusia
Manusia secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arab yaitu :
a. Insan, Ins, Nas, Unas
ð Nasiya yang berarti lupa. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia memiliki sifat lupa[7]). Ini menunjukan bahwa adanya keterkaitan manusia dengan kesadaran dirinya.
ð Al-Uns yang berarti jinak atau harmoni dan tampak. Jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan keadaan yang baru disekitarnya.
ð Anasa Yanusu yang artinya berguncang menunjuk kepada manusia dengan seluruh totalitasnya, jiwa dan raganya[8]). Ini menunjukan adanya keterkaitan substansial antara manusia dengan kemampuan penalaran. Dengan penalaran manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui apa yang benar dan apa yang salah, dan terdorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan haknya. Pengertian ini menunjukan bahwa pada manusia terdapat potensi untuk dapat dididik, sehingga ia disebut juga makhluk yang di beri pelajaran.
Manusia dalam pengertian insan menunjukan makhluk yang berakal, yang berperan sebagai subyek kebudayaan. Dapat juga dikatakan bahwa manusia sebagai insan menunjukan manusia sebagai makhluk psikis yang mempunyai potensi rohani, seperti fitrah, kalbu, akal. Potensi inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi martabatnya dibandingkan makhluk-makhluk lainnya[9]).
b. Al – Basyar (Makhluk Biologis)
Al-Basyar merupakan bentuk jamak dari kata Basyarah (permukaan kulit kepala, wajah, dan tubuh yang menjadi tempat tumbuh rambut). Manusia merupakan subjek kebudayaan dalam pengertian material sebagai yang tampak dalam aktivitas fisiknya.
c. Bani Adam atau Zurriyat Adam
Manusia disebut dengan Bani Adam karena mansia merupakan keturunan dari Nabi Adam.
3. Hakekat Manusia
Manusia mempunyai dua komponen yaitu jasmani dan rohani. Dengan kelengkapan fisik atau jasmani manusia dapat melaksanakan tugas-tugasnya yang memerlukan dukungan fisik dan dengan kelengkapan rohaninya ia dapat melaksanakan tugas-tugas yang memerlukan dukungan mental. Selanjutnya untuk memfungsikan kedua unsur tersebut secara baik diperlukan pembinaan dan bimbingan disinilah pendidikan sangat diperlukan berikut ini penjelasan antara dua komponen tersebut :
a. Jasmani
Manusia sebagai pribadi yang berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Hal ini bisa diraih dengan jasmani yang sehat dan kuat.
Aspek jasmaniah merupakan salah satu pokok untuk mendapatkan kemajuan dan kebahagiaan dalam kehidupan manusia, Kebutuhan jasmani berfungsi sebagai alat atau sarana untuk mencapai tujuan-tujuan manusia terutama sebagai sarana untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
b. Rohani
Beberapa potensi rohani yang dimiliki oleh manusia yaitu sebagai berikut:
ð Fitrah
Kata fitrah (fathara) mempunyai arti belahan, muncul, kejadian dan penciptaan. Maka yang dimaksud fitrah adalah keadaan semula jadi atau bawaan sejak lahir manusia[10]).
Fitrah-fitrah ini merupakan kesiapan-kesiapan anak manusia untuk bisa dibentuk menjadi manusia dengan segala keunggulannya. Kesiapan manusia menjadi makhluk rasional intelektual misalnya, sudah diberikan oleh Tuhan dalam bentuk kemampuan untuk membuat kategori-kategori dan kemampuan menempatkan realita-realita dalam suatu kerangka ruang dan waktu. Kesepakatan-kesepakatan yang dimiliki manusia dalam menyerap fenomena-fenomena empiris menunjukkan kesiapannya untuk menjadi makhluk rasional yang mampu untuk menalar dan mampu menggagas konsep dan inferensi dari apa yang diamatinya.
ð Syahwat
Syahwat berasal dari bahasa arab syahiya-syaha yasyha-syahwatan secara istilah berarti menyukai dan menyenangi. Sedangkan pengertian syahwat adalah kecenderungan jiwa terhadap apa yang dikehendakinya.
ð Akal
Akal yang berasal dari bahasa arab aqala yaitu mengikat atau menahan. secara umum akal difahami sebagai potensi yang disiapkan untuk menerima ilmu pengetahuan[11]). Aqala mengandung arti yaitu mengerti, memahami, berfikir.
4. Pengertian Alam
Alam semesta, kata ini igunakan untuk menjelaskan seluruh ruang waktu kontinu di mana kita berada, dengan energi dan materi yang dimilikinya[12]). Alam semesta adalah kumpulan jauhar yang tersusun dari materi dan bentuk yang ada dilangit[13]).
5. Hunbungan Tuhan, Manusia dan Alam
Hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam sangatlah erat. Kita selalu percaya bahwa Tuhan yang telah menciptakan manusia serta alam semesta. Berarti tanpa adanya Tuhan, manusia serta alam tidak akan tercipta. Budaya kita mengajarkan bahwa seharusnya kita selalu bersyukur atas apa yang sudah tuhan berikan untuk kelangsungan hidup manusia.
Banyak cara untuk kita bersyukur kepada Tuhan dengan bersembahyang, berdoa, beramal, dan sebagainya. Hubungan manusia dengan Tuhan tidaklah sama dengan hubungan manusia dengan manusia. Hubungan manusia dengan Tuhan adalah dengan cara Bathin, manusia dengan Tuhan tidak akan bisa terpisahkan.
Hubungan manusia dengan alam pun sama halnya dengan manusia dengan Tuhan. Kehidupan manusia dapat berlangsung karena adanya alam, alam diciptakan Tuhan untuk dapat memenuhi semua kebutuhan manusia yang dibutuhkan. Manusia dan alam sama-sama saling membutuhkan. Manusia butuh karena hasil alamnya dan alam pun butuh manusia karena alam butuh perawatan. Dan sekarang ini manusia sudah mulai merasakan dampak dari tidak seimbangnya pemakaian dengan perawatan, jadi alam di negara kita kurang mencukupi untuk kebutuhan manusia sekarang ini.
Dan seharusnya antara pemanfaatan alam untuk kebutuhan di imbangi dengan perawatan kita terhadap alam, jadi ada timbal balik antara manusia dengan alam . Dan dari penjelasan di atas antara Tuhan, manusia dan alam sangat saling ketergantungan dan membutuhkan. Hubungan Tuhan, manusia, dan alam sangat erat jika salah satu ada yang tidak ada maka keseimbangan atau hubungan itu akan terganggu dan bahkan mungkin tidak akan ada hubungan antara satu dengan yang lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa Tuhan, Manusia dan Alam mempunyai hubungan yang sangat erat atau terkait, dimana Tuhan adalah pencipta segala yang ada pada dunia dan alam, Manusia adalah sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan yang ditujukan untuk berfikir bersungguh – sungguh yang telah disusun secara sistematis, kritis, radikal dan universal yang bersifat relatif.
B. Saran
Demikianlah penjabaran dan pengumpulan berbgai informasi yang telah kami ringkas ini, dan dalam hal ini penulis menyadari makalah ini masih banyak kesalahan serta kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan saran yang bersifat membangun perbaikan dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Suriasumantri, Jujun S.2007.Filsafat Ilmu : Sebuah Pengantar Populer.Jakarta : Sinar Harapan.
Nasr, Seyyed Hossein.1984.Antara Tuhan, Manusia dan Alam.Yogyakarta : IRCiSoD.
Peters, Ted dkk. 2002.Tuhan, Alam, Manusia : Perspektif Sains dan Agama.Bandung : Mizan Pustaka.
Poedjawijatna.2005.Pembimbing Ke Arah Alam Filsafat.Jakarta : PT Rineka Cipta.
Mas’ud, Abdurrahman.2002.Menggagas Format Pendidikan NonDikhotomik.Yogyakarta : Gama Media.
Mubarok, Ahmad.2002.Al-Irsyadan Nafsiy Konseling Agama Teori dan Kasus.Jakarta : Bina Rena Pariwara.
[1] William Shakespeare, Hamet, Babak 1, adegan 5.
[2] Vardiansyah, Dani. Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Indeks, Jakarta 2008. Halaman 20
[3] Sekiranya diperkirakan terdapat 60 planit yang mempunyai kondisi seperti bumi apakah Cuma kita yang berpenghuni? Mungkinkah surga dan neraka berada di jagat ini meskipuan di galaksi lain? Ataukah benda – benda langit itu pernah berpenghuni dan saling menghancurkan setelah mencapai abad teknologi nuklir?
[4] Carl Sagan, The Cosmic Connection (New York : Dell, 1975).
[5] http://id.wiktionary.org/wiki/Tuhan
[6] Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam. (2004.PT. Remaja Rosdakarya:Bandung) hal 28.
[7] Ahmad Mubarok. Op,cit Hal 31.
[8] Ibid,.hal 25
[9] Syamsudin Noor dan Karman Al-Kuninganiy. Tafsir Tarbawiy. (2002. P3M STAIN: Ambon) hal 14.
[10] Achmad Mubarok. Op, cit hal 35
[11] Ibid,.hal 32
[12] http://id.wikipedia.org/wiki/Alam Semesta